Oleh Mahasiswa Pascasarjana Administrasi Publik Universitas Halu Oleo
Nur Alam Syah
SEPUTAR,KOLAKA.ID-Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara kepulauan yang dibagi atas daerah-daerah provinsi, dan tiap daerah provinsi dibagi lagi menjadi daerah-daerah kabupaten dan kota yang memiliki otonomi untuk mengatur pemerintahannya sendiri. Otonomi daerah bukanlah suatu kebijakan yang baru di Indonesia karena sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia sudah dikenal adanya otonomi daerah yang dipayungi oleh pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya.
Ibarat dua sisi mata uang koin, Ketika berbicara tentang demokrasi maka tidak terlepas dari pembahasan mengenai Pemilu dan Pilkada. Tinggal di Negara demokrasi harus siap dengan keadaan Negara dalam sistem pemerintahannya, kedaulatan di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat.
Pemerintah daerah, yakni kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. Kepala daerah memiliki masa jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan. Hal ini yang mengharuskan dilakukannya pesta demokrasi untuk memilih kepala daerah yang baru.
Pemilihan Kepala Daerah merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota secara langsung dan domokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
Sesuai dengan amanat konstitusi, pemilihan kepala daerah serentak akan dilaksanakan pada tahun 2024. Meskipun masih tiga tahun lagi, sebagai Warga Negara yang mempunyai hak untuk dipilih dan memilih, beberapa tokoh masyarakat dari latar belakang yang berbeda, diantaranya akademisi, birokrat, pengusaha dan politikus telah menyosialisasikan dirinya dengan berbagai Alat Peraga dan Bahan kampanye.
Yang menjadi perhatian terletak pada alat peraga dan bahan kampanye telah tercantum nama lengkap dan keterangan sebagai Calon Gubernur, Calon Bupati atau Calon Walikota. seharusnya mereka cukup memasang nama lengkap dan keterangan sebagai Bakal Calon Gubernur, Bakal Calon Bupati atau Bakal Calon Walikota.
Penulis menitikberatkan pada istilah Calon dan Bakal Calon yang menurut masyarakat umum adalah suatu hal yang biasa. Namun menjadi perhatian dan harus dipahami bahwa tidak semerta-merta seseorang dikatakan sebagai Calon karena banyak proses/tahapan yang harus dilalui sesuai dengan Peraturan Komisi Pemilihan umum (PKPU), diantaranya adalah tahapan Pendaftaran Calon, Verifikasi Persyaratan dan Syarat Calon serta Penetapan Pasangan Calon yang dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum dengan Pengawasan yang dilakukan oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum.
Setelah ada keputusan dari Komisi Pemilihan Umum Provinsi, Kabupaten/Kota tentang penetapan pasangan calon, barulah yang bersangkutan menyandang status sebagai calon, bukan lagi sebagai bakal calon. Jadi alangkah baiknya jika masyarakat yang mempunyai niat untuk bertarung pada Pilkada Serentak 2024 sebelum ada penetapan, cukup mencantumkan nama lengkap dan keterangan sebagai Bakal Calon bukan sebagai Calon.
Laporan: Zul