SEPUTAR,KOLAKA.ID-Pemerintah Indonesia mengumumkan bahwa 212 merek beras medium dan premium diduga oplosan dan tersebar di setidaknya 10 provinsi. Temuan ini bermula dari penindakan kepolisian terhadap gudang di Kecamatan Cikeusal, Kabupaten Serang, Banten.
Kementerian Pertanian (Kementan) melakukan uji kualitas terhadap 268 sampel beras dari 212 merek. Hasilnya, 85,56% beras premium tidak sesuai standar mutu, 59,78% melebihi harga eceran tertinggi (HET), dan 21,66% memiliki berat riil lebih rendah dari yang tertera.
Pengamat Pertanian Khudori menilai masalah ini disebabkan oleh ketimpangan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah kering panen (GKP) dengan HET beras. Pemerintah menaikkan HPP GKP 47% sejak urusan beras ditangani Badan Pangan Nasional (Bapanas) pada 2023, namun HET beras tidak disesuaikan.
Pengamat Pertanian Eliza Mardian menyoroti pengawasan lemah. Pemerintah dinilai tidak memantau distribusi beras secara ketat, sehingga memungkinkan terjadinya kebocoran dan penyelewengan. Eliza menyarankan pembentukan satuan tugas baru untuk mengatasi mafia beras.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengungkap temuan mencengangkan. Sebanyak 212 merek beras diduga melakukan pengoplosan dan pelanggaran standar mutu, menyebabkan kerugian ekonomi yang diperkirakan mencapai Rp99 triliun per tahun.
Beras oplosan adalah campuran beras dari beberapa jenis atau kualitas berbeda yang kemudian dijual dengan label beras premium atau medium, namun tidak sesuai dengan isi sebenarnya. Praktik ini sangat merugikan konsumen karena beras dijual lebih mahal dari kualitas aslinya dan label produk menyesatkan.
Beberapa merek beras yang diduga oplosan antara lain Sania, Sovia, Fortune, dan Siip (Wilmar Group), Setra Ramos, Beras Pulen Wangi, Food Station, Setra Pulen (Food Station Tjipinang Jaya), dan Ayana (PT Sentosa Utama Lestari/Japfa Group). (CR5/aini)
Sumber: CNN Indonesia & METROTV













